Minta Perlindungan Kontras-Komnas HAM
BANDARLAMPUNG
– Plasma Peduli Kemitraan (P2K) dan SPSI PT Central Pertiwi Bahari
(CPB) –eks Bratasena– bertolak ke Jakarta kemarin. Mereka melaporkan
peristiwa bentrokan yang terjadi dan meminta perlindungan Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Pada Februari 2013, Komnas
HAM memang turun ke daerah Bratasena untuk melakukan investigasi. Hanya,
kehadiran Komnas HAM ketika itu berdasarkan laporan sepihak dari plasma
yang tergabung dalam Forum Silaturahmi (Forsil).
’’Nah, kali
ini kita yang balik melaporkan mereka (Forsil, Red). Dengan demikian,
Kontras dan Komnas HAM tahu kronologis yang sebenarnya serta tidak
mendapatkan pengaduan sepihak saja. Intinya, kami ingin penyelesaian
konflik sesegera mungkin dan meminta jaminan keamanan serta sesegera
mungkin solusi diberikan’’ kata Supriono, salah satu anggota P2K.
Di
Kontras, mereka diterima bagian advokasi, Syamsul Munir. Sedangkan di
Komnas HAM, mereka ditemui Siane Indriani dan Staf Ahli Komnas HAM
Maelani.
Sejarah Forsil di Bratasena, sambung Supriono,
berawal dari Tim Pembahas Kemitraan Petambak Plasma (TPKPP) yang
beranggotakan struktur kampung mulai dari kepala suku. Selama itu pula,
semuanya berjalan baik-baik saja.
TPKPP terbentuk lantaran
kemitraan yang berjalan selama Orde Baru membuat petambak tidak dapat
membuat perwakilan terbuka. Sehingga selama 15 tahun, TPKPP selalu
menjembatani antara petambak dan perusahaan.
Namun, kemudian
timbul masalah dengan adanya masyarakat yang merasa hidupnya kurang
sejahtera sehingga TPKPP pun dimosi tidak percaya pada 2012 oleh Forum
Ketua RT. Namun, mosi yang dilakukan dengan melakukan intimidasi.
Lalu,
selama melakukan perundingan, Forum Ketua RT itu tidak mau
bermusyawarah. Selalu menawarkan hal-hal yang harga mati tanpa
tawar-menawar. Misalnya saja, ketika minta menaikkan biaya hidup dari
Rp1,5 juta menjadi Rp2,7 juta tidak mau ditawar lagi,” ujarnya.
Sebenarnya dalam TPKPP, Forum Ketua RT menjadi pengawas. Akhirnya,
setelah TPKPP dirasa mereka tidak mampu maksimal menyerap aspirasi,
jabatan yang adapun diserahkan ke forum itu. Hingga akhirnya berubah
nama menjadi Forsil. Forum ini diklaim untuk mewakili aspirasi petambak
plasma.
’’Karena keadaan ketika itu, semuanya pun setuju
dengan kebaradaan Forsil. Baik itu TPKPP ataupun perusahaan. Namun,
dalam perjalanannya, setiap mengambil kebijakan, Forsil selalu
menggunakan intimidasi,’’ ujarnya.
Contohnya, pembahasan
parameter budi daya baru. Karena ketika perundingan masalah parameter
itu tidak terjadi titik temu, akhirnya terjadilah konflik antara Forsil
dan perusahaan. Lalu, petambak plasma yang tidak sepaham dengan Forsil
membuat paguyuban yang dinamakan P2K sekitar Oktober 2012.
’’Kami yang di P2K ini mengambil sikap untuk menyetujui parameter baru
untuk budi daya. Juga mendukung program perusahaan. Meski demikian, P2K
tidak pernah memusuhi Forsil,’’ katanya.
Memang, kata sumber
itu lagi, dari 3.000-an plasma yang menandatangani parameter budi daya
baru, ada 9 anggota Forsil yang membangkang tak sepakat. Akhirnya,
mereka pun di-PHK oleh perusahaan. ’’Itu juga yang menjadi cikal-bakal
konflik makin memanas,’’ ujarnya.
Di hadapan komisioner HAM, Ketua
SPSI PT CPB Zainal Muttaqim menambahkan, massa Forsil yang berjumlah
ratusan orang hingga kini masih terus melakukan aksi pengusiran,
intimidasi, perusakan, sampai pembakaran rumah-rumah petambak P2K yang
berseberangan dengan kelompok Forsil.
’’Mereka juga melakukan
aksi sweeping ke rumah-rumah petambak pro kemitraan. Akibatnya, hingga
kini ribuan petambak beserta anggota keluarganya terusir dari
kampungnya. Sekarang, mereka mengungsi ketakutan ke gelanggang olahraga
di area tambak PT CPB dan sebagian lagi mencari perlindungan ke
desa-desa sekitar perusahaan yang dinilai aman,’’ bebernya.
Terpisah,
Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih mengatakan bahwa hingga
kemarin sudah 35 plasma telah diperiksa di Mapolres Tulangbawang. Namun,
aparat kepolisian belum menetapkan satu pun tersangka. ’’Senin (18/3)
akan digelar perkara ini antara Polda Lampung dan Polres Tuba. Memang
dua instansi ini yang tangani. Dari gelar perkara itu dimungkinkan akan
segera diketahui siapa yang harus bertanggung jawab,’’ ujarnya.
Pantauan Radar Lampung, hingga kemarin korban pascabentrok dari P2K
masih menjalani perawatan intensif. Dari tujuh yang dirawat, lima di
antaranya dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Kelurahan
Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung.
Kelimanya adalah Wandi Fatoni
(36), Ahmad (44), Abbas (52), John Aria (49), dan Supri (43). Satu
korban yang kritis dan parah serta sempat dikabarkan oleh media
meninggal, yakni Joko Triyatno, kondisinya mulai membaik. Ia sendiri
dirawat di rumah sakit terpisah di Kecamatan Sukarame, Bandarlampung.
Sedangkan Agus dirawat di rumah sakit di Kecamatan Tanjungkarang Timur,
Bandarlampung.
Wandi Fatoni menuturkan, ketika bentrok terjadi,
kondisinya tidak terkendali. ’’Kami diserang membabi buta. Ketika itu,
saya baru pulang kerja. Saat menyerang, semuanya memakai helm, membawa
parang, badik, dan stick yang terbuat dari besi. Kami tidak bisa
melawan, hanya melarikan diri,’’ ucapnya.
Sedangkan Abbas mengaku
mengalami luka di lengan kirinya akibat benda tajam yang dipukulkan
segerombolan orang yang rata-rata memakai helm dan penutup kepala.
’’Saya tidak tahu orangnya karena rata-rata memakai penutup kepala dan
helm. Karyawan dan petambak P2K tidak ada yang membawa senjata,’’
ujarnya.
Terpisah, Head of Corporate Communication PT Central
Protein Prima (grup PT CPB) George Basoeki mengatakan, semua biaya
perawatan mereka ditanggung oleh perusahaan hingga sembuh.
’’Kami
sangat menyesalkan adanya media yang menyebutkan terdapat empat orang
yang meninggal. Padahal, kami menginformasikan hanya tiga orang,’’
ungkapnya.
Diketahui, bentrok P2K dan karyawan PT CPB dengan plasma Forsil menelan korban.
Tiga
karyawan PT CPB ditemukan tewas mengenaskan di kanal kemarin. Mereka
adalah Ruswandi alias Wawan (40), karyawan cold storage; dan Edi
Ardiansyah (25), karyawan cold room, warga Dusun 4 RT/RW 04/04, Kampung
Reksobinangun, Kecamatan Rumbia, Lampung Tengah. Kemudian Sumanto (36),
petambak plasma warga Blok 1 Jalur 22, Petak 12, Kampung Adiwarna.
Tidak
hanya itu. Rumah-rumah anggota P2K binaan PT CPB dibakar massa yang
mengaku Forsil. Tak pelak, 250 kepala keluarga karyawan terpaksa
mengungsi ke mes Central Housing PT CPB.
Sumber
Sabtu, 16 Maret 2013
0 Akibat Bentrok Yang terjadi Plasma Peduli Kemitraan (P2K) dan SPSI PT Central Lapor Balik Komnas HAM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Atas Komentar Anda!!!