Rosid Bloger

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Sabtu, 16 Maret 2013

0 Akibat Bentrok Yang terjadi Plasma Peduli Kemitraan (P2K) dan SPSI PT Central Lapor Balik Komnas HAM

Minta Perlindungan Kontras-Komnas HAM
BANDARLAMPUNG – Plasma Peduli Kemitraan (P2K) dan SPSI PT Central Pertiwi Bahari (CPB) –eks Bratasena– bertolak ke Jakarta kemarin. Mereka melaporkan peristiwa bentrokan yang terjadi dan meminta perlindungan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

    Pada Februari 2013, Komnas HAM memang turun ke daerah Bratasena untuk melakukan investigasi. Hanya, kehadiran Komnas HAM ketika itu berdasarkan laporan sepihak dari plasma yang tergabung dalam Forum Silaturahmi (Forsil).
    ’’Nah, kali ini kita yang balik melaporkan mereka (Forsil, Red). Dengan demikian, Kontras dan Komnas HAM tahu kronologis yang sebenarnya serta tidak mendapatkan pengaduan sepihak saja. Intinya, kami ingin penyelesaian konflik sesegera mungkin dan meminta jaminan keamanan serta sesegera mungkin solusi diberikan’’ kata Supriono, salah satu anggota P2K.
Di Kontras, mereka diterima bagian advokasi, Syamsul Munir. Sedangkan di Komnas HAM, mereka ditemui Siane Indriani dan  Staf Ahli Komnas HAM Maelani.
    Sejarah Forsil di Bratasena, sambung Supriono, berawal dari Tim Pembahas Kemitraan Petambak Plasma (TPKPP) yang beranggotakan struktur kampung mulai dari kepala suku. Selama itu pula, semuanya berjalan baik-baik saja.
    TPKPP terbentuk lantaran kemitraan yang berjalan selama Orde Baru membuat petambak tidak dapat membuat perwakilan terbuka. Sehingga selama 15 tahun, TPKPP selalu menjembatani antara petambak dan perusahaan.
    Namun, kemudian timbul masalah dengan adanya masyarakat yang merasa hidupnya kurang sejahtera sehingga TPKPP pun dimosi tidak percaya pada 2012 oleh Forum Ketua RT. Namun, mosi yang dilakukan dengan melakukan intimidasi.
Lalu, selama melakukan perundingan, Forum Ketua RT itu tidak mau bermusyawarah. Selalu menawarkan hal-hal yang harga mati tanpa tawar-menawar. Misalnya saja, ketika minta menaikkan biaya hidup dari Rp1,5 juta menjadi Rp2,7 juta tidak mau ditawar lagi,” ujarnya.
    Sebenarnya dalam TPKPP, Forum Ketua RT menjadi pengawas. Akhirnya, setelah TPKPP dirasa mereka tidak mampu maksimal menyerap aspirasi, jabatan yang adapun diserahkan ke forum itu. Hingga akhirnya berubah nama menjadi Forsil. Forum ini diklaim untuk mewakili aspirasi petambak plasma.
     ’’Karena keadaan ketika itu, semuanya pun setuju dengan kebaradaan Forsil. Baik itu TPKPP ataupun perusahaan. Namun, dalam perjalanannya, setiap mengambil kebijakan, Forsil selalu menggunakan intimidasi,’’ ujarnya.
Contohnya, pembahasan parameter budi daya baru. Karena ketika perundingan masalah parameter itu tidak terjadi titik temu, akhirnya terjadilah konflik antara Forsil dan perusahaan. Lalu, petambak plasma yang tidak sepaham dengan Forsil membuat paguyuban yang dinamakan P2K sekitar Oktober 2012.
     ’’Kami yang di P2K ini mengambil sikap untuk menyetujui parameter baru untuk budi daya. Juga mendukung program perusahaan. Meski demikian, P2K tidak pernah memusuhi Forsil,’’ katanya.
    Memang, kata sumber itu lagi, dari 3.000-an plasma yang menandatangani parameter budi daya baru, ada 9 anggota Forsil yang membangkang tak sepakat. Akhirnya, mereka pun di-PHK oleh perusahaan. ’’Itu juga yang menjadi cikal-bakal konflik makin memanas,’’ ujarnya.
Di hadapan komisioner HAM, Ketua SPSI PT CPB Zainal Muttaqim menambahkan, massa Forsil yang berjumlah ratusan orang hingga kini masih terus melakukan aksi pengusiran, intimidasi, perusakan, sampai pembakaran rumah-rumah petambak P2K yang berseberangan dengan kelompok Forsil.
’’Mereka juga melakukan aksi sweeping ke rumah-rumah petambak pro kemitraan. Akibatnya, hingga kini ribuan petambak beserta anggota keluarganya terusir dari kampungnya. Sekarang, mereka mengungsi ketakutan ke gelanggang olahraga di area tambak PT CPB dan sebagian lagi mencari perlindungan ke desa-desa sekitar perusahaan yang dinilai aman,’’ bebernya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih mengatakan bahwa hingga kemarin sudah 35 plasma telah diperiksa di Mapolres Tulangbawang. Namun, aparat kepolisian belum menetapkan satu pun tersangka.  ’’Senin (18/3) akan digelar perkara ini antara Polda Lampung dan Polres Tuba. Memang dua instansi ini yang tangani. Dari gelar perkara itu dimungkinkan akan segera diketahui siapa yang harus bertanggung jawab,’’ ujarnya.
    Pantauan Radar Lampung, hingga kemarin korban pascabentrok dari P2K masih menjalani perawatan intensif. Dari tujuh yang dirawat, lima di antaranya dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Kelurahan Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung.
Kelimanya adalah Wandi Fatoni (36), Ahmad (44), Abbas (52), John Aria (49), dan Supri (43). Satu korban yang kritis dan parah serta sempat dikabarkan oleh media meninggal, yakni Joko Triyatno, kondisinya mulai membaik. Ia sendiri dirawat di rumah sakit terpisah di Kecamatan Sukarame, Bandarlampung. Sedangkan Agus dirawat di rumah sakit di Kecamatan Tanjungkarang Timur, Bandarlampung.
Wandi Fatoni menuturkan, ketika bentrok terjadi, kondisinya tidak terkendali. ’’Kami diserang membabi buta. Ketika itu, saya baru pulang kerja. Saat menyerang, semuanya memakai helm, membawa parang, badik, dan stick yang terbuat dari besi. Kami tidak bisa melawan, hanya melarikan diri,’’ ucapnya.
Sedangkan Abbas mengaku mengalami luka di lengan kirinya akibat benda tajam yang dipukulkan segerombolan orang yang rata-rata memakai helm dan penutup kepala. ’’Saya tidak tahu orangnya karena rata-rata memakai penutup kepala dan helm. Karyawan dan petambak P2K tidak ada yang membawa senjata,’’ ujarnya.
Terpisah, Head of Corporate Communication  PT Central Protein Prima (grup PT CPB) George Basoeki mengatakan, semua biaya perawatan mereka ditanggung oleh perusahaan hingga sembuh.
 ’’Kami sangat menyesalkan adanya media yang menyebutkan terdapat empat orang yang meninggal. Padahal, kami menginformasikan hanya tiga orang,’’ ungkapnya.
Diketahui, bentrok P2K dan karyawan PT CPB dengan plasma Forsil menelan korban.
Tiga karyawan PT CPB ditemukan tewas mengenaskan di kanal kemarin. Mereka adalah Ruswandi alias Wawan (40), karyawan cold storage; dan Edi Ardiansyah (25), karyawan cold room, warga Dusun 4 RT/RW 04/04, Kampung Reksobinangun, Kecamatan Rumbia, Lampung Tengah. Kemudian Sumanto (36), petambak plasma warga Blok 1 Jalur 22, Petak 12, Kampung Adiwarna.
Tidak hanya itu. Rumah-rumah anggota P2K binaan PT CPB dibakar massa yang mengaku Forsil. Tak pelak, 250 kepala keluarga karyawan terpaksa mengungsi ke mes Central Housing PT CPB.
Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Atas Komentar Anda!!!